Bagaimana Cara Efektif dalam Melakukan Pencegahan?

Cara paling efektif dalam mencegah penyakit arteri perifer (PAP) adalah dengan mencegah terjadinya aterosklerosis. Berikut sejumlah langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah aterosklerosis:

Selain beberapa langkah tersebut, jika kamu memiliki sejumlah faktor risiko PAP, seperti diabetes, hipertensi, atau kolesterol tinggi, atasi penyakit-penyakit tersebut dengan baik.

0%0% found this document useful, Mark this document as useful

0%0% found this document not useful, Mark this document as not useful

Kelompok Orang yang Berisiko Mengidap Penyakit Arteri Perifer (PAP)

Penyakit arteri perifer (PAP) ini memiliki kemiripan dengan penyakit jantung koroner dan stroke, yaitu sama-sama disebabkan oleh penumpukan lemak di dinding pembuluh darah. Pada penyakit arteri perifer (PAP), penumpukan terjadi di pembuluh darah arteri yang memasok darah ke tungkai, yang membuat arteri menyempit, sehingga aliran darah ke tungkai menjadi terhambat.

Bukan hanya terjadi pada tungkai saja, kondisi ini bisa terjadi di bagian tubuh mana pun. Prosesnya sendiri disebut dengan aterosklerosis. Penyakit ini dapat terjadi karena proses alami, yaitu penuaan. Namun, penyakit ini dapat terjadi dengan lebih cepat pada beberapa orang dengan kondisi berikut ini:

Saat memiliki sejumlah faktor risiko PAP, silahkan periksakan diri di rumah sakit terdekat untuk mengetahui penyebab pasti kondisi yang kamu alami. Semakin cepat penyakit terdiagnosis, maka akan semakin tinggi pula kesempatan kamu untuk sembuh.

Baca juga: Pengidap Diabetes Berisiko Alami Penyakit Arteri Perifer

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Pokja PAP bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terintegrasi kepada semua pasien termasuk pelayanan gizi, terapi, dan pengelolaan nyeri serta bekerja sama dengan dokter, case manager, dan keluarga pasien. Strateginya adalah dengan penginteraksi pelayanan oleh tenaga medis dan asuhan pasien secara terpadu sesuai kebijakan direktur tentang pelayanan pasien yang terintegrasi.

Kasus adiksi atau kecanduan gawai kalangan anak-anak di Jawa Barat cukup memprihatinkan. Akhir Februari lalu, siswa SMP kelas 1 di Subang meninggal diduga penyebabnya karena kecanduan game. Tak hanya itu, jumlah pasien anak yang kecanduan gawai di RS Jiwa Cisarua Bandung Barat meningkat.

Raden Tri Sakti (12), siswa SMP kelas 1 asal Desa Salam Jaya, Pabuaran, Subang meninggal dunia dengan diagnosa mengalami gangguan syaraf. Pihak keluarga menyebut penyakit yang dideritanya dikabarkan karena kecanduan bermain game online di telepon seluler. Raden meninggal 23 Februari.

Endang, paman Raden, menceritakan keponakannya sejak awal tahun mengeluhkan sakit kepala, bahkan tangan dan kakinya susah digerakkan. Sempat dirawat selama di RS Siloam, Endang mengatakan dokter yang merawatnya mengatakan gangguan saraf yang diderita keponakannya itu karena radiasi telepon seluler.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Endang menuturkan keponakannya selama ini selalu bermain game online seharian, ditambah dengan sekolah jarak jauh yang otomatis selalu memegang handphone. "Jadi anak itu tadinya sering main HP game online siang malam, tidur subuh pukul 03.00 WIB. Trus kerap mengigau kaya lagi bermain game," ujar Endang.

Meski penyebab gangguan saraf ini dibantah oleh Ketua IDI cabang Kabupaten Purwakarta dr Susilo Atmojo. Menurutnya gangguan syaraf tidak ada hubungannya dengan radiasi handphone. Kecanduan gawai atau kecanduan bermain game berakibat kepada perubahan perilaku anak.

Sementara itu berdasarkan catatan RSJ Cisarua, Jawa Barat, pada bulan Januari hingga Februari 2021 ada 14 anak alami kecanduan gawai yang menjalani rawat jalan. Sementara pada tahun 2020 rentang bulan Januari sampai Desember total ada 98 anak yang menjalani rawat jalan gegara kecanduan gawai.

Spesialis Psikiater Anak dan Remaja RSJ Cisarua Lina Budianti mengatakan usia anak paling muda yang pernah menjalani perawatan jalan karena kecanduan gawai yakni usia 7 tahun.

"Untuk yang termuda itu 7 tahun, dia juga murni kecanduan gawai karena kurangnya pengawasan orangtua. Kalau secara keseluruhan, rata-rata yang dirawat jalan di sini usia 7-15 tahun," katanya dihubungi, Sabtu (20/3/2021).

Menurut Lina penyebab anak-anak menjadi pencandu gawai karena banyak faktor, seperti membuat anak anteng karena kebanyakan orangtua sibuk.

"Orangtuanya di awal memberikan kelonggaran, karena mereka berpikir kalau enggak main game terus mau ngapain. Tapi lama-lama pemakaian tidak terkendali, akhirnya jadi adiksi," kata Lina.

Hal itu diperparah dengan kondisi pandemi COVID-19 saat ini, di mana anak mau tidak mau setiap hari memegang gadget karena proses belajar mengajar dilakukan secara daring.

"Sebagian yang datang ke kami diperberat dengan kondisi ini (pandemi COVID-19). Jadi pandemi mereka tidak kemana-mana. Mereka juga dapat kuota gratis kan. Kita tanya orangtua sudah berusaha dibatasi atau belum ternyata jawabannya sudah, tapi memang sulit," jelasnya.

Lina mengatakan jumlah anak yang mengalami kecanduan gawai bertambah setiap tahunnya. "Dulu kalau mau senang itu lewat olahraga, rekreasi atau interaksi dengan sesama. Kalau sekarang, untuk mendapat dophamine itu, anak-anak bisa bermain game dan internetan di ponsel. Tapi kalau berlebihan nanti berubah fungsi bisa berdampak pada masalah psikiatri ya adiksi ini," terangnya.

Lebih lanjut Lina mengatakan untuk mengurangi potensi adiksi anak terhadap gawai, orangtua tak perlu melarang keras anak mengakses gawai, namun berikan edukasi pada anak soal tanggungjawab dan batasan yang jelas.

"Sebetulnya yang dilakukan orang tua untuk membatasi adiksi itu bukan melarang, tapi mengajari anaknya memakai internet dengan bertanggungjawab. Hanya saja karena orangtua sibuk dan anaknya anteng tanpa diawasi akhirnya ya bablas. Intinya orangtua harus bisa mengawasi dengan ketat," tandasnya.

Simak video 'Diduga Kecanduan Game Online, Bocah di Subang Meninggal Dunia':

[Gambas:Video 20detik]

Halodoc, Jakarta - Penyakit arteri perifer (PAP) merupakan kondisi yang terjadi saat aliran darah menuju tungkai tersumbat karena penyempitan pembuluh darah yang berasal dari arteri jantung. Akibatnya, tungkai akan kekurangan pasokan darah dan terasa sakit saat berjalan. Penyakit ini terkadang tidak menimbulkan gejala, karena berkembang secara perlahan.

Namun, jika dibiarkan tanpa perawatan yang tepat, gejala yang muncul akan bertambah parah dan menyebabkan kematian jaringan. Jika sudah begitu, kaki akan berisiko untuk diamputasi. Cara paling efektif untuk mencegah penyakit ini adalah dengan menjalankan gaya hidup sehat. Berikut kelompok yang menjadi faktor risiko PAP!

Baca juga: Tips Sederhana Untuk Mencegah Penyakit Arteri Perifer

Bagaimana Cara Efektif dalam Melakukan Pencegahan?

Cara paling efektif dalam mencegah penyakit arteri perifer (PAP) adalah dengan mencegah terjadinya aterosklerosis. Berikut sejumlah langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah aterosklerosis:

Selain beberapa langkah tersebut, jika kamu memiliki sejumlah faktor risiko PAP, seperti diabetes, hipertensi, atau kolesterol tinggi, atasi penyakit-penyakit tersebut dengan baik.

Halodoc, Jakarta - Penyakit arteri perifer (PAP) merupakan kondisi yang terjadi saat aliran darah menuju tungkai tersumbat karena penyempitan pembuluh darah yang berasal dari arteri jantung. Akibatnya, tungkai akan kekurangan pasokan darah dan terasa sakit saat berjalan. Penyakit ini terkadang tidak menimbulkan gejala, karena berkembang secara perlahan.

Namun, jika dibiarkan tanpa perawatan yang tepat, gejala yang muncul akan bertambah parah dan menyebabkan kematian jaringan. Jika sudah begitu, kaki akan berisiko untuk diamputasi. Cara paling efektif untuk mencegah penyakit ini adalah dengan menjalankan gaya hidup sehat. Berikut kelompok yang menjadi faktor risiko PAP!

Baca juga: Tips Sederhana Untuk Mencegah Penyakit Arteri Perifer

Perhatikan Sejumlah Gejala yang Muncul

Di awal mula kemunculan penyakit, biasanya pengidap hanya merasakan gejala ringan berupa kram, tungkai terasa berat, kebas, atau nyeri. Rasa nyeri yang dialami akan bertambah saat pengidap melakukan aktivitas dan akan membaik saat beristirahat. Kondisi yang seperti ini dikenal dengan sebutan klaudikasio. Jika terjadi pada lansia, klaudikasio merupakan keluhan yang normal akibat penuaan. Selain itu, ini gejala yang muncul:

Sejumlah gejala yang tampak tersebut merupakan tanda kematian jaringan pada kaki, dan berisiko untuk diamputasi. Jika tidak segera melakukan penanganan, maka kematian jaringan akan meluas pada area tersebut. Selain kematian jaringan, beberapa gejala yang tampak akan berupa:

Infeksi atau luka pada tungkai bisa terjadi karena kurangnya asupan darah pada organ tersebut. Proses aterosklerosis sendiri dapat terjadi di pembuluh darah jantung dan otak. Jika dibiarkan begitu saja, komplikasi berbahaya seperti stroke atau serangan jantung bisa saja terjadi.

Baca juga: Mengidap Penyakit Arteri Perifer, Waspada Komplikasinya

Perhatikan Sejumlah Gejala yang Muncul

Di awal mula kemunculan penyakit, biasanya pengidap hanya merasakan gejala ringan berupa kram, tungkai terasa berat, kebas, atau nyeri. Rasa nyeri yang dialami akan bertambah saat pengidap melakukan aktivitas dan akan membaik saat beristirahat. Kondisi yang seperti ini dikenal dengan sebutan klaudikasio. Jika terjadi pada lansia, klaudikasio merupakan keluhan yang normal akibat penuaan. Selain itu, ini gejala yang muncul:

Sejumlah gejala yang tampak tersebut merupakan tanda kematian jaringan pada kaki, dan berisiko untuk diamputasi. Jika tidak segera melakukan penanganan, maka kematian jaringan akan meluas pada area tersebut. Selain kematian jaringan, beberapa gejala yang tampak akan berupa:

Infeksi atau luka pada tungkai bisa terjadi karena kurangnya asupan darah pada organ tersebut. Proses aterosklerosis sendiri dapat terjadi di pembuluh darah jantung dan otak. Jika dibiarkan begitu saja, komplikasi berbahaya seperti stroke atau serangan jantung bisa saja terjadi.

Baca juga: Mengidap Penyakit Arteri Perifer, Waspada Komplikasinya

Kelompok Orang yang Berisiko Mengidap Penyakit Arteri Perifer (PAP)

Penyakit arteri perifer (PAP) ini memiliki kemiripan dengan penyakit jantung koroner dan stroke, yaitu sama-sama disebabkan oleh penumpukan lemak di dinding pembuluh darah. Pada penyakit arteri perifer (PAP), penumpukan terjadi di pembuluh darah arteri yang memasok darah ke tungkai, yang membuat arteri menyempit, sehingga aliran darah ke tungkai menjadi terhambat.

Bukan hanya terjadi pada tungkai saja, kondisi ini bisa terjadi di bagian tubuh mana pun. Prosesnya sendiri disebut dengan aterosklerosis. Penyakit ini dapat terjadi karena proses alami, yaitu penuaan. Namun, penyakit ini dapat terjadi dengan lebih cepat pada beberapa orang dengan kondisi berikut ini:

Saat memiliki sejumlah faktor risiko PAP, silahkan periksakan diri di rumah sakit terdekat untuk mengetahui penyebab pasti kondisi yang kamu alami. Semakin cepat penyakit terdiagnosis, maka akan semakin tinggi pula kesempatan kamu untuk sembuh.

Baca juga: Pengidap Diabetes Berisiko Alami Penyakit Arteri Perifer